KISAH NABI ADAM
Allah SWT berkehendak untuk
menciptakan Nabi Adam. Allah SWT berfirman kepada
para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan khalifah di bumi. " (QS. al-Baqarah: 30)
Terdapat perbedaan pendapat
berkenaan dengan makna khilafah (perihal menjadi
khalifah) Nabi Adam. Ada yang
mengatakan, bahwa ia sebagai khalifah dari kelompok
manusia yang pertama-tama datang
ke bumi di mana kelompok ini membuat kerusakan
dan menumpahkan darah di
dalamnya. Ada yang mengatakan, bahwa ia adalah
khalifatullah, dengan pengertian
bahwa ia sebagai khalifah (utusan Allah) dalam
melaksanakan
perintah-perintah-Nya dan hukum-hukum-Nya, karena ia adalah utusan
Allah yang pertama. Demikianlah
yang kami yakini.
Abu Dzar bertanya kepada
Rasulullah saw tentang Nabi Adam: "Apakah ia sebagai nabi
yang diutus?" Beliau
menjawab: "Benar." Beliau ditanya: "Ia menjadi rasul bagi siapa?
Sementara di bumi tidak ada
seorang pun?" Beliau menjawab: "Ia menjadi rasul bagi
anak-anaknya."
Tabir penciptaan disingkap di
tengah-tengah para malaikat-Nya. Allah SWT berfirman:
"Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di
muka bumi.' Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak
menjadikan khalifah di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal Kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
menyucikan Engkau ?' Tuhan
berfirman: 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.'" (QS.
al-Baqarah: 30)
Berkenaan dengan ayat tersebut,
para mufasir memberikan komentar yang beragam.
Dalam tafsir al-Manar disebutkan:
"Sesungguhnya ayat-ayat ini termasuk ayat-ayat
mutasyabihat yang tidak dapat
ditafsirkan zahirnya. Sebab, dilihat dari ketentuan dialog
(at-Takhathub) ia mengandung
konsultasi dari Allah SWT. Tentu yang demikian itu
mustahil bagi-Nya. Di samping
itu, ia juga mengandung pemberitahuan dari-Nya kepada
para malaikat yang kemudian
diikuti dengan penentangan dan perdebatan dari mereka.
Hal seperti ini tidak layak bagi
Allah SWT dan bagi para malaikat-Nya. Saya lebih setuju
untuk mengalihkan makna cerita
tersebut pada sesuatu yang lain."
Sedangkan dalam tafsir al-Jami'
li Ahkamil Qur'an disebutkan: "Sesungguhnya Allah
telah memberitahukan kepada para
malaikat-Nya, bahwa jika Dia menjadikan ciptaan di
muka bumi maka mereka akan
membuat kerusakan dan menumpahkan darah." Ketika
Allah berfirman:
"Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi, " (QS. al-
Baqarah: 30)
Mereka bertanya: "Apakah ini
adalah khalifah yang Engkau ceritakan kepada kami
bahwa mereka akan membuat
kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah, ataukah
khalifah selainnya?" Dalam
tafsir Fi Zhilalil Qur'an disebutkan: "Sesungguhnya para
malaikat melalui fitrah mereka
yang suci yang tidak membayangkan kecuali kebaikan
dan kesucian, mereka mengira
bahwa tasbih dan mengultuskan Allah adalah puncak dari
segala wujud. Puncak ini terwujud
dengan adanya mereka, sedangkan pertanyaan mereka
hanya menggambarkan keheranan
mereka, bukan berasal dari penentangan atau apa pun
juga."
Kita melihat bagaimana para
mufasir berijtihad untuk menyingkap hakikat, lalu Allah
SWT menyingkapkan kedalaman dari
Al-Qur'an pada masing-masing dari mereka.
Kedalaman Al-Qur'an sangat
mengagumkan. Kisah tersebut disampaikan dalam gaya
dialogis, suatu gaya yang
memiliki pengaruh yang kuat. Tidakkah Anda melihat bahwa
Allah SWT berfirman:
"Kemudian Dia menuju langit
dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata
kepadanya dan kepada bumi:
Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan
suka hati atau terpaksa.'
Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati.'" (QS.
Fushshilat: 11)
Apakah seseorang membayangkan
bahwa Allah SWT berbicara dengan langit dan bumi,
dan bumi dan langit pun
menjawabnya sehingga terjadi dialog ini di antara mereka?
Sesungguhnya Allah SWT
memerintahkan langit dan bumi sehingga keduanya taat. Allah
SWT menggambarkan apa yang
terjadi dengan gaya dialogis hanya untuk meneguhkan
dalam pikiran dan menegaskan
maknanya serta penjelasannya. Penggunaan gaya
dramatis dalam kisah Nabi Adam
mengisyaratkan makna yang dalam.
Kita membayangkan bahwa Allah SWT
ketika menetapkan penciptaan Nabi Adam, Dia
memberitahukan kepada
malaikat-Nya dengan tujuan agar mereka bersujud kepadanya,
bukan dengan tujuan mengambil
pendapat mereka atau bermusyawarah dengan mereka.
Maha Suci Allah SWT dari hal yang
demikian itu. Allah SWT memberitahukan mereka
bahwa Dia akan menjadikan seorang
hamba di muka bumi, dan bahwa khalifah ini akan
mempunyai keturunan dan
cucu-cucu, di mana mereka akan membuat kerusakkan di
muka bumi dan menumpahkan darah
di dalamnya. Lalu para malaikat yang suci
mengalami kebingungan. Bukankah
mereka selalu bertasbih kepada Allah dan
mensucikan-Nya, namun mengapa
khalifah yang terpilih itu bukan termasuk dari
mereka? Apa rahasia hal tersebut,
dan apa hikmah Allah dalam masalah ini?
Kebingungan melaikat dan
keinginan mereka untuk mendapatkan kemuliaan sebagai
khalifah di muka bumi, dan
keheranan mereka tentang penghormatan Adam dengannya,
dan masih banyak segudang pertanyaan
yang tersimpan dalam diri mereka. Namun Allah
SWT segera menepis keraguan
mereka dan kebingungan mereka, dan membawa mereka
menjadi yakin dan berserah diri.
Firman-Nya:
"Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang kamu tidak ketahui." (QS. al-Baqarah: 30)
Ayat tersebut menunjukan keluasan
ilmu Allah SWT dan keterbatasan ilmu para
malaikat, yang karenanya mereka
dapat berserah diri dan meyakini kebenaran kehendak
Allah. Kita tidak membayangkan
terjadinya dialog antara Allah SWT dan para malaikat
sebagai bentuk pengultusan
terhadap Allah dan penghormatan terhadap para malaikat-
Nya. Dan kita meyakini bahwa
dialog terjadi dalam diri malaikat sendiri berkenaan
dengan keinginan mereka untuk
mengemban khilafah di muka bumi, kemudian Allah
SWT memberitahu mereka bahwa
tabiat mereka bukan disiapkan untuk hal tersebut.
Sesungguhnya tasbih pada Allah
SWT dan menyucikan-Nya adalah hal yang sangat
mulia di alam wujud, namun
khilafah di muka bumi bukan hanya dilakukan dengan hal
itu. Ia membutuhkan karakter yang
lain, suatu karakter yang haus akan pengetahuan dan
lumrah baginya kesalahan.
Kebingungan atau keheranan ini, dialog yang terjadi dalam
jiwa para malaikat setelah
diberitahu tentang penciptaan Nabi Adam, semua ini layak
bagi para malaikat dan tidak
mengurangi kedudukan mereka sedikit pun. Sebab,
meskipun kedekatan mereka dengan
Allah SWT dan penyembahan mereka terhadap-Nya
serta penghormatan-Nya kepada
mereka, semua itu tidak menghilangkan kedudukan
mereka sebagai hamba Allah SWT di
mana mereka tidak mengetahui ilmu Allah SWT
dan hikmah-Nya yang tersembunyi,
serta alam gaibnya yang samar. Mereka tidak
mengetahui hikmah-Nya yang tinggi
dan sebab-sebab perwujudannya pada sesuatu.
Setelah beberapa saat para
malaikat akan memahami bahwa Nabi Adam adalah ciptaan
baru, di mana dia berbeda dengan
mereka yang hanya bertasbih dan menyucikan Allah,
dan dia pun berbeda dengan
hewan-hewan bumi dan makhluk-makhluk yang ada di
dalamnya yang hanya menumpahkan
darah dan membuat kerusakkan. Sesungguhnya
Nabi Adam akan menjadi ciptaan
baru dan keberadaannya disertai dengan hikmah yang
tinggi yang tidak ada seorang pun
mengetahuinya kecuali Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan Aku tidak menciptkan
jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku."
(QS. adz-Dzariyat: 56)
Ibnu Abbas membaca ayat tersebut:
"Liya'rifuun" (agar mereka mengenal Aku).
Pengetahuan merupakan tujuan dari
penciptaan manusia. Dan barangkali pendekatan
yang terbaik berkenaan dengan
tafsir ayat tersebut adalah apa yang disampaikan oleh
Syekh Muhammad Abduh:
"Dialog yang terdapat dalam ayat tersebut adalah urusan
Allah SWT dengan para
malaikat-Nya di mana Dia menggambarkan kepada kita dalam
kisah ini dengan ucapan,
pertanyaan, dan jawaban. Kita tidak mengetahui hakikat hal
tersebut. Tetapi kita mengetahui
bahwa dialog tersebut tidak terjadi sebagaimana
lazimnya yang dilakukan oleh
sesama kita, manusia."
Para malaikat mengetahui bahwa
Allah SWT akan menciptakan khalifah di muka bumi.
Allah SWT menyampaikan
perintah-Nya kepada mereka secara terperinci. Dia
memberitahukan bahwa Dia akan
menciptakan manusia dari tanah. Maka ketika Dia
menyempurnakannya dan meniupkan
roh di dalamnya, para malaikat harus bersujud
kepadanya. Yang harus dipahami
bahwa sujud tersebut adalah sujud penghormatan,
bukan sujud ibadah, karena sujud
ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah.'
Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan
Kutiupkan kepadanya roh
(ciptaan)Ku; hendaklah kamu bersyukur dengan bersujud
kepadanya. ' Lalu seluruh malikat
itu bersujud semuanya, kecuali Iblis. Dia
menyombongkan diri dan dia
termasuk orang-orang yang kafir. " (QS. Shad: 71-74)
Allah SWT mengumpulkan segenggam
tanah dari bumi; di dalamnya terdapat yang
berwarna putih, hitam, kuning,
coklat dan merah. Oleh karena itu, manusia memiliki
beragam warna kulit. Allah SWT
mencampur tanah dengan air sehingga menjadi tanah
liat kering yang berasal dari lumpur
hitam yang diberi bentuk. Dari tanah inilah Allah
menciptakan Nabi Adam. Allah SWT
menyempurnakannya dengan kekuasaan-Nya lalu
meniupkan roh-Nya di dalamnya,
kemudian bergeraklah tubuh Nabi Adam dan tanda
kehidupan mulai ada di dalamnya.
Selanjutnya, Nabi Adam membuka
kedua matanya dan ia melihat para malaikat
semuanya bersujud kepadanya,
kecuali satu makhluk yang berdiri di sana. Nabi Adam
tidak tahu siapakah makhluk yang
tidak mau bersujud itu. Ia tidak mengenal namanya.
Iblis berdiri bersama para malaikat
tetapi ia bukan berasal dari golongan mereka. Iblis
berasal dari kelompok jin. Allah
SWT menceritakan kisah penolakan Iblis untuk sujud
kepada Nabi Adam pada beberapa
surah. Allah SWT berfirman:
"Allah berfirman: 'Hai Mis,
apa yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Kuciptakan
dengan kedua tangan-Ku. Apakah
kamu menyombongkan diri ataukah kamu
merasa termasuk orang-orang yang
lebih tinggi? 'Iblis berkata: 'Aku lebih baik
daripadanya, karena Engkau
ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari
tanah.' Allah berfirman: 'Maka
keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah
orang yang terkutuk. Sesungguhnya
kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan.'
Mis berkata: 'Ya Tuhanku, ben
tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan.' Allah
berfirman: 'Sesungguhnya kamu
termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai
kepada hari yang telah ditentukan
waktunya (hari kiamat).' Iblis menjawab: 'Demi
kekuasaan-Mu, aku akan
menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba-Mu yang
mukhlis di antara mereka.'"
(QS. Shad: 75-83)
Nabi Adam mengikuti peristiwa
yang terjadi di depannya. Ia merasakan suasana cinta,
rasa takut, dan kebingungan. Nabi
Adam sangat cinta kepada Allah SWT yang telah
menciptakannya dan memuliakannya
dengan memerintahkan para malaikat-Nya untuk
sujud kepadanya. Adam juga merasa
takut saat melihat Allah SWT marah terhadap iblis
dan mengusirnya dari pintu
rahmat-Nya. Ia merasakan kebingungan ketika melihat
makhluk ini yang membencinya,
padahal ia belum mengenalnya. Makhluk itu
membayangkan bahwa ia lebih baik
dari Nabi Adam, padahal tidak ada bukti yang
menunjukkan bahwa salah satu dari
mereka lebih baik dibandingkan dengan yang lain.
Kemudian alangkah anehnya alasan
iblis. Ia membayangkan bahwa api lebih baik dari
tanah. Dari mana ia mendapatkan
ilmu ini? Seharusnya ilmu ini berasal dari Allah SWT
karena Dialah yang menciptakan
api dan tanah dan mengetahui mana di antara keduanya
yang paling utama.
Dari dialog tersebut, Nabi Adam
mengetahui bahwa iblis adalah makhluk yang memakai
atribut keburukan dan sifat yang
tercela. Ia meminta kepada Allah SWT agar
mengekalkannya sampai hari
kebangkitan. Iblis tidak ingin mad. Namun Allah SWT
mengetahui bahwa ia akan tetap
hidup sampai hari yang ditentukan. Ia akan hidup sampai
menjemput ajalnya dan kemudian
mati. Nabi Adam mengetahui bahwa Allah SWT telah
melaknat iblis dan telah
mengusirnya dari rahmat-Nya. Akhirnya, Nabi Adam
mengetahui musuh abadinya. Nabi
Adam bingung dengan kenekatan musuhnya dan kasih
sayang Allah SWT.
Barangkali ada seseorang yang
bertanya kepada saya: "Mengapa Anda tidak meyakini
terjadi dialog antara Allah SWT
dan para malaikat-Nya dan Anda cenderung
menakwilkan ayat-ayat tersebut,
sedangkan Anda menerima adanya dialog antara Allah
dan iblis." Saya jawab:
"Sesungguhnya akal menunjukkan kita kepada kesimpulan
tersebut. Terjadinya dialog
antara Allah SWT dan para malaikat-Nya adalah hal yang
mustahil karena para malaikat
suci dari kesalahan dan dosa dan keinginan-keinginan
manusiawi yang selalu mencari
ilmu. Sesuai dengan karakter penciptaan mereka, mereka
adalah pasukan yang setia dan
mulia. Adapun iblis ia terikat dan tunduk terhadap
ketentuan agama, dan karakternya
sebagai jin mendekati karakter jenis ciptaan Nabi
Adam. Dengan kata lain, bahwa jin
dapat beriman dan dapat juga menjadi kafir.
Sesungguhnya kecenderungan agama
mereka dapat saja tidak berfungsi ketika mereka
tertipu oleh kesombongan yang
palsu sehingga mereka mempunyai gambaran yang salah.
Maka dari sisi inilah terjadi
dialog. Dialog di sini berarti kebebasan. Tabiat manusia dan
jin cenderung untuk menggunakan
kebebasannya, sedangkan tabiat para malaikat tidak
dapat menggunakan kebebasan. Nabi
Adam menyaksikan secara langsung—setelah
penciptaannya— kadar kebebasan yang Allah SWT berikan
kepada makhluk-Nya yang
terkena tanggung jawab.
Terjadinya pelajaran ini di depan Nabi Adam mengandung
maksud yang dalam.
Allah SWT tidak pernah mencabut
kebebasan yang diberikan-Nya kepada iblis. Namun
pada akhirnya, iblis tetap
sebagai hamba yang kafir. Iblis benar-benar menolak untuk
sujud kepada Nabi Adam. Allah SWT
mengetahui bahwa ia akan menolak untuk sujud
kepada Nabi Adam dan akan
menentang-Nya. Bisa saja Allah SWT menghancurkannya
atau mengubahnya menjadi tanah
namun Allah memberikan kebebasan kepada makhlukmakhluk-
Nya yang dibebani tanggung jawab.
Dia memberikan kepada mereka kebebasan
mutlak sehingga mereka bisa saja
menolak perintah-Nya. Tetapi yang perlu diperhatikan
bahwa keingkaran orang-orang
kafir dan orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya tidak
berarti meng-urangi kebesaran
kerajaan-Nya dan sebaliknya, keimanan orang-orang
mukmin dan kepatuhan orang-orang
yang taat tidak berarti menambah kebesaran
kekuasaan-Nya. Semua itu kembali
kepada mereka.
Adam menyadari bahwa kebebasan di
alam wujud adalah merupakan karunia yang Allah
SWT berikan kepada makhluk-Nya.
Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas
penggunaan kebebasan itu. Setelah
mempelajari pelajaran kebebasan, Nabi Adam
mempelajari pelajaran kedua dari
Allah SWT, yaitu ilmu. Nabi Adam mengetahui bahwa
iblis adalah simbol kejahatan di
alam wujud. Sebagaimana ia mengetahui bahwa para
malaikat adalah simbol kebaikan,
sementara ia belum mengenal dirinya saat itu.
Kemudian Allah SWT memberitahukan
kepadanya tentang hakikatnya, hikrnah
penciptaannya, dan rahasia
penghormatannya. Allah SWT berfirman:
"Dan Dia mengajarkan kepada
Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya. " (QS. al-
Baqarah: 31)
Allah SWT memberinya rahasia
kemampuan untuk meringkas sesuatu dalam simbolsimbol
dan nama-nama. Allah SWT
mengajarinya untuk menamakan benda-benda: ini
burung, ini bintang, ini pohon,
ini awan, dan seterusnya. Nabi Adam mempelajari semua
nama-nama tersebut. Yang dimaksud
dengan nama-nama di sini adalah ilmu dan
pengetahuan. Allah SWT menanamkan
pengetahuan yang luas dalam jiwa Nabi Adam
dan keinginan yang terus
mendorongnya untuk mengetahui sesuatu. Hasrat untuk
menggali ilmu dan belajar juga
diwariskan kepada anak-anaknya Nabi Adam. Inilah
tujuan dari penciptaan Nabi Adam
dan inilah rahasia di balik penghormatan para malaikat
kepadanya. Setelah Nabi Adam
mempelajari nama benda-benda; kekhususannya dan
kemanfaatannya, Allah SWT
menunjukkan benda-benda tersebut atas para malaikat-Nya
dan berkata:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama
benda-benda itujika kamu memang orang-orangyang
benar. " (QS. al-Baqarah:
31)
Yang dimaksud adalah kebenaran
mereka untuk menginginkan khilafah. Para malaikat
memperhatikan sesuatu yang
ditunjukkan oleh Allah SWT kepada mereka, namun
mereka tidak mengenali
nama-namanya. Mereka mengakui di hadapan Allah SWT
tentang kelemahan mereka untuk
menamai benda-benda tersebut atau memakai simbolsimbol
untuk mengungkapkannya. Para
malaikat berkata sebagai bentuk pengakuan
terhadap ketidakmampuan mereka:
"Maha Suci Engkau."
(QS. al-Baqarah: 32)
Yakni, kami menyucikan-Mu dan
mengagungkan-Mu.
"Tidak ada yang kami ketahui
selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada Kami.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. al-
Baqarah: 32)
Yakni, mereka mengembalikan semua
ilmu kepada Allah SWT. Allah SWT berkata
kepada Adam:
"Hai Adam, beritahukanlah
kepada mereka nama-nama benda ini." (QS. al-Baqarah: 33)
Kemudian Nabi Adam memberitahu
mereka setiap benda yang Allah SWT tunjukkan
kepada mereka dan mereka tidak
mengenali nama-namanya:
"Dan Dia mengajarkan kepada
Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para
malaikat itu lalu berfirman: 'Sebutkanlah kepada-Ku
nama benda-benda itu jika kamu
memang orang-orang yang benar.' Mereka menjawab:
'Maha Suci Engkau. Tidak ada yang
kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau
ajarkan kepada Kami. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. Allah berfirman: 'Hai
Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda
ini.' Maka setelah
diberitahukannya kepada mereka nama benda-benda itu, Allah
berfirman: 'Bukankah sudah
Kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku
mengetahui rahasia langit dan
bumi dan mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa
yang kamu sembunyikan?'"(QS.
al-Baqarah: 31-33)
Allah SWT ingin berkata kepada
para malaikat, bahwa Dia mengetahui keheranan yang
mereka tunjukkan, ketika Dia
memberitahu mereka tentang penciptaan Nabi Adam
sebagaimana Dia mengetahui
kebingungan yang mereka sembunyikan dan sebagaimana
juga Dia mengetahui kemaksiatan
dan pengingkaran yang disembunyikan oleh iblis.
Para malaikat menyadari bahwa
Nabi Adam adalah makhluk yang mengetahui sesuatu
yang tidak mereka ketahui. Ini
adalah hal yang sangat mulia. Dan para malaikat
mengetahui, mengapa Allah
memerintahkan mereka untuk bersujud kepadanya
sebagaimana mereka memahami
rahasia penciptaannya sebagai khalifah di muka bumi,
di mana ia akan menguasainya dan
memimpin di dalamnya dengan ilmu dan
pengetahuan. Yaitu, pengetahuan
terhadap Sang Pencipta yang kemudian dinamakan
dengan Islam atau iman. Para
malaikat pun mengetahui sebab-sebab kemakmuran bumi
dan pengubahannya dan
penguasaanya, serta semua hal yang berkenaan dengan ilmuilmu
mated di muka bumi.
Adalah hal yang maklum bahwa
kesempurnaan manusia tidak akan terwujud kecuali
dengan pencapaian ilmu yang
dengannya manusia dapat mengenal Sang Pencipta, dan
ilmu-ilmu yang berkenaan dengan
alam. Jika manusia berhasil di satu sisi, namun gagal
di sisi yang lain maka ia laksana
burung yang terbang dengan sayap satu di mana setiap
kali ia terbang sayap yang lain
mencegahnya.
Nabi Adam mengetahui semua
nama-nama dan terkadang ia berbicara bersama para
malaikat, namun para malaikat
disibukkan dengan ibadah kepada Allah SWT. Oleh
karena itu, Adam merasa kesepian.
Kemudian Adam tidur dan tatkala ia bangun ia
mendapati seorang perempuan yang
memiliki mata yang indah, dan tampak penuh
dengan kasih sayang. Kemudian
terjadilah dialog di antara mereka:
Adam berkata: "Mengapa kamu
berada di sini sebelum saya tidur." Perempuan itu
menjawab: "Ya." Adam
berkata: "Kalau begitu, kamu datang di tengah-tengah tidurku?"
Ia menjawab: 'Ya." Adam
bertanya: "Dari mana kamu datang?" Ia menjawab: "Aku
datang dari dirimu. Allah SWT
menciptakan aku darimu saat kamu tidur." Adam
bertanya: "Mengapa Allah
menciptakan kamu?" Ia menjawab: "Agar engkau merasa
tenteram denganku." Adam
berkata: "Segala puji bagi Allah. Aku memang merasakan
kesepian."
Para malaikat bertanya kepada
Adam tentang namanya. Nabi Adam menjawab:
"Namanya Hawa." Mereka
bertanya: "Mengapa engkau menamakannya Hawa, wahai
Adam?" Adam berkata:
"Karena ia diciptakan dariku saat aku dalam keadaan hidup."
Nabi Adam adalah makhluk yang
suka kepada pengetahuan. Ia membagi pengetahuannya
kepada Hawa, di mana ia
menceritakan apa yang diketahuinya kepada pasangannya itu,
sehingga Hawa mencintainya. Allah
SWT berfirman:
"Dan Kami berfirman: 'Hai
Adam, tinggallah kamu dan istrimu di surga ini, dan
makanlah makanan-makanannya yang
banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai,
dan janganlah kamu dekati pohon
ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang
yang lalim.'" (QS.
al-Baqarah: 35)
Kita tidak mengetahui tempat
surga ini. Al-Qur'an tidak membicarakan tempatnya, dan
para mufasir berbeda pendapat
tentang hal itu. Sebagian mereka berkata: "Itu adalah
surga yang bakal dihuni oleh
manusia (jannah al-Ma'wa) dan tempatnya di langit."
Namun sebagian lagi menolak
pendapat tersebut. Sebab jika ia adalah jannah al-Ma'wa
maka iblis tidak dapat
memasukinya dan tidak akan terjadi kemaksiatan di dalamnya.
Sebagian lagi mengatakan:
"Ia adalah surga yang lain, yang Allah ciptakan untuk Nabi
Adam dan Hawa." Bahkan ada
juga yang berpendapat bahwa ia adalah surga (taman) dari
taman-taman bumi yang terletak di
tempat yang tinggi. Dan sekelompok mufasir yang
lain menganjurkan agar kita
menerima ayat tersebut apa adanya dan menghentikan usaha
untuk mencari hakikatnya. Kami
sendiri sependapat dengan hal ini. Sesungguhnya
pelajaran yang dapat kita ambil
berkenaan dengan penentuan tempatnya tidak sedikit pun
menyamai pelajaran yang dapat
kita ambil dari apa yang terjadi di dalamnya.
Nabi Adam dam Hawa memasuki surga
dan di sana mereka berdua merasakan
kenikmatan manusiawi semuanya. Di
sana mereka juga mengalami pengalamanpengalaman
yang berharga. Kehidupan Nabi
Adam dan Hawa di surga dipenuhi dengan
kebebasan yang tak terbatas. Dan
Nabi Adam mengetahui makna kebahagiaan yang ia
rasakan pada saat ia berada di
surga bersama Hawa. Ia tidak lagi mengalami kesepian. Ia
banyak menjalin komunikasi dengan
Hawa. Mereka menikmati nyanyian makhluk, tasbih
sungai-sungai, dan musik alam
sebelum ia mengenal bahwa alam akan disertai dengan
penderitaan dan kesedihan. Allah
SWT telah mengizinkan bagi mereka untuk mendekati
segala sesuatu dan menikmati
segala sesuatu selain satu pohon, yang barangkali ia adalah
pohon penderitaan atau pohon
pengetahuan. Allah SWT berkata kepada mereka sebelum
memasuki surga:
"Dan janganlah kamu dekati
pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang
yang lalim.'" (QS.
al-Baqarah: 35)
Nabi Adam dan Hawa mengerti bahwa
mereka dilarang untuk memakan sesuatu dari
pohon ini, namun Nabi Adam adalah
manusia biasa, dan sebagai manusia ia lupa dan
hatinya berbolak-balik serta
tekadnya melemah. Maka iblis memanfaatkan kemanusiaan
Nabi Adam dan mengumpulkan segala
kedengkiannya yang disembunyikan dalam
dadanya. Iblis terus berusaha
membangkitkan waswas dalam diri Nabi Adam. Apakah
aku akan menunjukkan kepadamu
pohon keabadian dan kekuasaan yang tidak akan
sirna? Nabi Adam bertanya-tanya
dalam dirinya. Apa yang akan terjadi seandainya ia
memakan buah tersebut, barangkali
itu benar-benar pohon keabadian. Nabi Adam
memang memimpikan untuk kekal
dalam kenikmatan dan kebebasan yang dirasakannya
dalam surga.
Berlalulah waktu di mana Nabi
Adam dan Hawa sibuk memikirkan pohon itu. Kemudian
pada suatu hari mereka menetapkan
untuk memakan pohon itu. Mereka lupa bahwa
Allah SWT telah mengingatkan
mereka agar tidak mendekatinya. Mereka lupa bahwa
iblis adalah musuh mereka sejak
dahulu. Nabi Adam mengulurkan tangannya ke pohon
itu dan memetik salah satu
buahnya dan kemudian memberikannya kepada Hawa.
Akhirnya mereka berdua memakan
buah terlarang itu.
Allah SWT berfirman:
"Dan durhakalah Adam kepada
Tuhan dan sesatlah ia." (QS. Thaha: 121)
Tidak benar apa yang disebutkan
oleh kitab-kitab kaum Yahudi bahwa Hawa menggoda
Nabi Adam yang karenanya ia
bertanggung jawab terhadap pemakanan buah itu. Nas Al-
Qur'an tidak menyebut Hawa, namun
ia menyebut Nabi Adam sebagai orang yang
bertanggung jawab atas apa yang
terjadi. Demikianlah setan disalahkan dan Nabi Adam
juga disalahkan karena
kesombongan. Salah seorang dari mereka menghina manusia, dan
yang lain ingin menjadi tandingan
bagi Allah SWT dalam hal kekekalan.
Belum selesai Nabi Adam memakan
buah tersebut sehingga ia merasakan penderitaan,
kesedihan, dan rasa malu.
Berubahlah keadaan di sekitamya dan berhentilah musik indah
yang memancar dari dalam dirinya.
Ia mengetahui bahwa ia tak berbusana, demikian juga
istrinya. Akhirnya, ia mengetahui
bahwa ia seorang lelaki dan bahwa istrinya seorang
wanita. Ia dan istrinya mulai
memetik daun-daun pohon untuk menutup tubuh mereka
yang terbuka. Kemudian Allah SWT
mengeluarkan perintah agar mereka turun dari
surga.
Nabi Adam dan Hawa turun ke bumi.
Mereka keluar dari surga. Nabi Adam dalam
keadaan sedih sementara Hawa
tidak henti-hentinya menangis. Karena ketulusan taubat
mereka, akhirnya Allah SWT
menerima taubat mereka dan Allah SWT memberitahukan
kepada mereka bahwa bumi adalah
tempat mereka yang asli, di mana mereka akan hidup
di dalamnya, mati di atasnya, dan
akan dibangkitkan darinya pada hari kebangkitan.
Allah SWT berfirman:
"Di bumi itu kamu hidup dan
di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan
dibangkitkan. " (QS.
al-A'raf: 25)
Kemudian Allah SWT menceritakan
kisah tentang pelajaran ketiga yang diperoleh Nabi
Adam selama keberadaannya di
surga dan setelah keluarnya ia darinya dan turunnya ia ke
bumi.
Allah SWT berfirman:
"Dan Sesungguhnya telah Kami
perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan
perintah itu), dan tidak Kami
dapati padanya kemauan yang kuat. Dan (ingatlah) ketika
Kami berkata kepada malaikat: 'Sujudlah
kamu kepada Adam,' maka mereka sujud
kecuali Mis. la membangkang. Maka
Kami berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini (Iblis)
adalah musuh bagimu dan bagi
istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia
mengeluarkan kamu berdua dari
surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka.
Sesungguhnya kamu tidak akan
kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, dan
sesungguhnya kamu tidak akan
merasa dahaga dan tidak pula akan ditimpa panas
matahari di dalamnya.' Kemudian
setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan
berkata: 'Hai Adam, maukah saya
tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan
yang tidak akan binasa ?' Maka
keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu tampaklah
bagi keduanya aurat-auratnya dan
mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun
(yang ada di) surga, dan
durhakalah Adam dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya
memilihnya maka Dia menerima
taubatnya dan memberinya petunjuk. Allah berfirman:
'Turunlah kamu berdua dari surga
bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi
sebagian yang lain. Maka jika
datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang
mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak
akan sesat dan tidak akan celaka.'" (QS. Thaha: 115-123)
Sebagian orang menganggap bahwa
Nabi Adam keluar dari surga karena kesalahannya
dan kemaksiatannya. Ini adalah
anggapan yang tidak benar karena Allah SWT
berkehendak menciptakan Nabi Adam
di mana Dia berkata kepada malaikat:
"Sesungguhnya aku akan
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Dan Dia tidak
mengatakan kepada mereka:
"Sesungguhnya aku akan menjadikan khalifah di surga."
Tidaklah turunnya Nabi Adam ke
bumi sebagai penurunan penghinaan tetapi ia
merupakan penurunan kemuliaan
sebagaimana dikatakan oleh kaum sufi. Allah SWT
mengetahui bahwa Nabi Adam dan
Hawa akan memakan buah itu, dan selanjutnya
mereka akan turun ke bumi. Allah
SWT juga mengetahui bahwa setan akan merampas
kebebasan mereka. Pengalaman
merupakan dasar penting dari proses menjadi khalifah di
muka bumi agar Nabi Adam dan Hawa
mengetahui—begitu juga
keturunan mereka—
bahwa setan telah mengusir kedua
orang tua mereka dari surga, dan bahwa jalan menuju
surga dapat dilewati dengan
ketaatan kepada Allah SWT dan permusuhan pada setan.
Apakah dikatakan kepada kita
bahwa manusia adalah makhluk yang terpaksa, dan bahwa
Nabi Adam terpaksa atau dipaksa
untuk berbuat kesalahan sehingga ia keluar dari surga
dan kemudian turun ke bumi?
Sebenarnya anggapan ini tidak kalah bodohnya dari
anggapan pertama. Sebab, Nabi
Adam merasakan kebebasan sepenuhnya, yang
karenanya ia mengemban tanggung
jawab dari perbuatannya. Ia durhaka dan memakan
buah tersebut sehingga Allah SWT
mengeluarkannya dari surga. Maksiat yang
dilakukannya tidak berlawanan
dengan kebebasannya, bahkan keberadaannya yang asli
bersandar kepada kebebasannya.
Alhasil, Allah SWT mengetahui apa yang bakal terjadi.
Dia mengetahui sesuatu sebelum
terjadinya sesuatu itu. Pengetahuan-Nya itu berarti
cahaya yang menyingkap, bukan
kekuatan yang memaksa. Dengan kata lain, Allah SWT
mengetahui apa yang akan terjadi,
tetapi Dia tidak men-cegahnya atau mendorongnya
agar terjadi. Allah SWT
memberikan kebebasan kepada hamba-hamba-Nya dan semua
makhluk-Nya. Yang demikian itu
berkenaan dengan hikmah-Nya yang tinggi dalam
memakmurkan bumi dan mengangkat
khalifah di dalamnya.
Nabi Adam memahami pelajaran
ketiga. Ia memahami bahwa iblis adalah musuhnya.
Secara pasti ia mengerti bahwa
iblis adalah penyebab ia kehilangan nikmat dan penyebab
kehancurannya. Ia mengerti bahwa
Allah SWT akan menyiksa seseorang jika ia berbuat
maksiat, dan bahwa jalan menuju
ke surga dapat dilewati dengan ketaatan kepada Allah
SWT. Ia memahami bahwa Allah SWT
menerima taubat, memaafkan, menyayangi, dan
memilih. Allah SWT mengajari
mereka agar beristigfar dan mengucapkan:
"Ya Tuhan kami, kami telah
menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi
rahmat kepada kami, niscayalah pastilah kami termasuk
orang-orang yang merugi."
(QS. al-A'raf: 23)
Allah SWT menerima taubatnya dan
memaafkannya serta mengirimnya ke bumi. Nabi
Adam adalah Rasul pertama bagi
manusia. Mulailah kehidupan Nabi Adam di bumi. Ia
keluar dari surga dan berhijrah
ke bumi, dan kemudian ia menganjurkan hal tersebut
(hijrah) kepada anak-anaknya dan
cucu-cucunya dari kalangan nabi. Sehingga setiap nabi
memulai dakwahnya dan menyuruh
kaumnya dengan cara keluar dari negerinya atau
berhijrah. Di sana Nabi Adam
keluar dari surga sebelum kenabiannya, sedangkan di sini
(di bumi) para nabi biasanya
keluar (hijrah) setelah pengangkatan kenabian mereka.
Nabi Adam mengetahui bahwa ia
meninggalkan kedamaian ketika keluar dari surga. Di
bumi ia harus menghadapi
penderitaan dan pergulatan, di mana ia harus menanggung
kesulitan agar dapat makan, dan
ia harus melindungi dirinya dengan pakaian dan senjata,
serta melindungi istrinya dan
anak-anaknya dari serangan binatang buas yang hidup di
bumi. Sebelum semua itu dan
sesudahnya, ia harus meneruskan pertempurannya dengan
pangkal kejahatan yang
menyebabkannya keluar dari surga, yaitu setan. Di bumi, setan
membuat waswas kepadanya dan
kepada anak-anaknya sehingga mereka masuk dalam
neraka Jahim. Pertempuran antara
pasukan kebaikan dan pasukan kejahatan di bumi tidak
akan pernah berhenti. Maka
barangsiapa yang mengikuti petunjuk Allah SWT, ia tidak
akan merasakan ketakutan dan
kesedihan, dan barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah
SWT dan mengikuti makhluk api,
iblis, maka ia akan bersamanya di neraka.
Nabi Adam mengerti semua ini. Ia
menyadari bahwa penderitaan akan menyertai
kehidupannya di atas bumi.
Satu-satunya yang dapat meringankan kesedihannya adalah,
bahwa ia menjadi penguasa di
bumi, yang karenanya ia harus menundukkannya,
memakmurkannya, dan membangunnya
serta melahirkan keturunan yang baik di
dalamnya, sehingga mereka dapat
mengubah kehidupan dan membuatnya lebih baik.
Hawa melahirkan dalam satu perut
seorang lelaki dan seorang perempuan, dan pada perut
berikutnya seorang lelaki dan
seorang perempuan, maka dihalalkan perkawinan antara
anak lelaki dari perut pertama
dengan anak perempuan dari perut kedua. Akhirnya, anakanak
Nabi Adam menjadi besar dan
menikah serta memenuhi bumi dengan keturunannya.
Nabi Adam mengajak mereka untuk
menyembah Allah SWT. Nabi Adam menyaksikan
kecenderungan pertama dari
anaknya terhadap pangkal kejahatan, yaitu iblis sehingga
terjadilah kejahatan pembunuhan
yang pertama kali di muka bumi. Salah seorang anak
Nabi Adam membunuh saudara
kandungnya sendiri. Anak yang jahat itu membunuh
saudaranya yang baik. Allah
berfirman:
"Ceritakanlah kepada mereka
kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya
mempersembahkan kurban, maka diterimalah dari salah
seorang dari mereka berdua
(Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). (QS. al-
Maidah: 27)
Dikatakan bahwa pembunuh ingin
merebut istri saudara kandungannya untuk dirinya
sendiri. Nabi Adam memerintahkan
mereka berdua untuk menghadirkan kurban lalu
setiap dari mereka menghadirkan
kurban yang dimaksud. Allah SWT menerima kurban
dari salah satu dari mereka dan
menolak kurban yang lain:
"Ia (Qabil) berkata: 'Aku
pasti membunuhmu.' Berkata Habil: 'Sesungguhnya Allah
hanya menerima (kurban) dari
orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu
menggerakkan tanganmu kepadaku
untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan
menggerakkan tanganku untuk
membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah,
Tuhan sekalian alam. (QS.
al-Maidah: 27-28)
Perhatikanlah bagaimana Allah SWT
menyampaikan kepada kita kalimat-kalimat yang
diucapkan oleh anak Nabi Adam
yang terbunuh sebagai syahid, dan ia menyembunyikan
kalimat-kalimat yang diucapkan
oleh si pembunuh. Si pembunuh mengangkat tangannya
sambil mengancam, namun calon
korban pembunuhan itu berkata dengan tenang:
Sesungguhnya aku ingin agar kamu
kembali dengan membawa dosa membunuhku dan
dosamu sendiri, maka kamu akan
menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah
pembalasan bagi orang-orang yang
lalim. " (QS. al-Maidah: 29)
Selesailah percakapan antara
mereka berdua dan anak yang jahat itu membiarkan anak
yang baik beberapa saat. Setelah
beberapa hari, saudara yang baik itu tidur di tengahtengah
hutan yang penuh dengan pohon. Di
hutan itu, keledai tua mati dan dagingnya
dimakan oleh burung Nasar dan
darahnya ditelan oleh bumi. Yang tersisa hanya tulang
belulang berserakan di tanah.
Kemudian saudaranya yang jahat membawanya menuju
saudara kandungnya yang sedang
tidur, lalu ia mengangkat tangannya dan menjatuhkan
dengan keras dan cepat. Anak
laki-laki baik itu tampak pucat wajahnya ketika melihat
darah mengucur darinya, lalu ia
bangun. Ia bermimpi saat tidur. Lalu si pembunuh
menghantam saudaranya sehingga
tidak tampak lagi gerakan dari tubuhnya. Si pembunuh
puas bahwa saudara kandungnya
benar-benar mati. Pembunuh itu berdiri di depan korban
dengan tenang dan tampak pucat
wajahnya.
Rasulullah saw bersabda:
"Setiap orang yang membunuh jiwa yang tak berdosa maka
anak Adam yang pertama akan juga
menanggung dosanya karena ia yang pertama kali
mengajarkan pembunuhan." Si
pembunuh terduduk di depan saudaranya dalam keadaan
berlumuran darah. Apa yang akan dikatakannya
terhadap Nabi Adam, ayahnya, jika ia
bertanya kepadanya tentang hal
itu. Nabi Adam mengetahui bahwa mereka berdua keluar
bersama-sama lalu mengapa ia
kembali sendinan. Seandainya ia mengingkari
pembunuhan terhadap saudaranya
itu di depan ayahnya, maka di manakah ia dapat
menyembunyikan jasadnya, dan di
mana ia dapat membuangnya? Saudaranya yang
terbunuh itu merupakan manusia
yang pertama kali mad di muka bumi sehingga tidak
diketahui bagaimana cara
menguburkan orang yang mati. Pembunuh itu membawa jasad
saudara kandungnya dan
memikulnya. Tiba-tiba keheningan itu dipecah dengan suara
burung yang berteriak sehingga ia
merasa ketakutan. Pembunuh itu menoleh dan
menemukan seekor burung gagak
yang berteriak di atas bangkai burung gagak yang mati.
Burung gagak yang hidup
meletakkan bangkai burung gagak yang mad di atas tanah lalu
ia mulai menggali tanah dengan
paruhnya dan kedua kakinya. Kemudian ia
mengangkatnya dengan paruhnya dan
meletakkannya dengan lembut dalam kuburan.
Lalu ia menimbunkannya di atas
tanah. Setelah itu, ia terbang di udara dan kembali
berteriak. Si pembunuh berdiri
dan ia mundur untuk meraih jasad saudara kandungnya
dan kemudian berteriak:
"Berkata Qabil: 'Aduhai,
celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung
gagak ini, lalu aku dapat
menguburkan saudaraku ini?" (QS. al-Maidah: 31)
Ia mulai merasakan kesedihan yang
sangat dalam atas apa yang telah dilakukannya
terhadap saudaranya. Ia segera
menyadari bahwa ia adalah orang yang paling buruk dan
paling lemah. Ia telah membunuh
orang yang paling utama dan paling kuat. Anak Nabi
Adam berkurang satu dan iblis
berhasil "mencuri" seorang anak Nabi Adam. Bergetarlah
tubuh si pembunuh dan ia mulai
menangis dengan keras, lalu ia menggali kuburan
saudara kandungnya. Ketika
mendengar kisah tersebut Nabi Adam berkata:
"Ini adalah perbuatan setan.
Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang menyesatkan
lagi nyata." (QS.
al-Qashash: 15)
Nabi Adam merasakan kesedihan
mendalam atas hilangnya salah satu anaknya. Salah
seorang dari mereka mad dan yang
lain dikuasai oleh setan. Nabi Adam salat untuk
anaknya yang mati, dan kemudian
ia kembali menjalani kehidupannya di muka bumi.
Beliau adalah manusia yang
bekerja dan mengalami penderitaan. Seorang Nabi yang
menasihati anak-anaknya dan
cucu-cucunya, serta mengajak mereka untuk menyembah
Allah SWT. Beliau menceritakan
kejahatan iblis kepada mereka, dan meminta kepada
mereka agar berhati-hati darinya.
Beliau menceritakan pengalaman pribadinya bersama
iblis kepada mereka, dan
menceritakan kehidupannya bersama anaknya yang tega
membunuh saudara kandungnya
sendiri.
Nabi Adam telah menjadi dewasa,
lalu tahun demi tahun datang silih berganti sehingga
anak-anaknya tersebar di bumi,
lalu datanglah waktu malam di atas bumi. Angin bertiup
sangat kencang. Dan bergoncanglah
daun-daun pohon tua yang ditanam oleh Nabi Adam,
di mana dahan-dahannya mendekati
danau sehingga buahnya menyentuh air danau. Dan
ketika pohon itu menjadi tegak
setelah berlalunya angin, air mulai berjatuhan di antara
cabang-cabangnya dan tampak dari
jauh bahwa pohon itu sedang menarik dirinya
(memisahkan diri) dari air dan
menangis. Pohon itu sedih dan dahan-dahannya
berguncang. Sementara itu, di langit
tampak bahwa bintang-bintang juga berguncang.
Cahaya bulan menerobos kamar Nabi
Adam sehingga cahaya itu menerpa wajah Nabi
Adam. Wajah Nabi Adam tampak
lebih pucat dan lebih muram dari wajah bulan. Bulan
mengetahui bahwa Nabi Adam akan
mati.
Kamar yang sederhana, kamarnya
Nabi Adam. Nabi Adam tertidur dengan jenggotnya
yang putih dan wajahnya yang
bersinar di atas tempat ddur dari dahan-dahan pohon dan
bunga-bunga. Anak-anaknya semua
berdiri di sekelilingnya dan menunggu wasiatnya.
Nabi Adam berbicara dan
memahamkan anak-anaknya bahwa hanya ada satu perahu
keselamatan bagi manusia, dan
hanya ada satu senjata baginya yang dapat
menenangkannya. Perahu itu adalah
petunjuk Allah SWT dan senjata itu adalah kalimatkalimat
Allah SWT.
Nabi Adam menenangkan anak-anaknya,
bahwa Allah SWT tidak akan membiarkan
manusia sendirian di muka bumi.
Sesungguhnya Dia akan mengutus para nabi untuk
membimbing mereka dan
menyelamatkan mereka. Para nabi itu memiliki nama-nama,
sifat-sifat, dan
mukjizat-mukjizat yang berbeda-beda. Tetapi mereka dipertemukan
dengan satu hal, yaitu mengajak
untuk menyembah Allah SWT semata.
Demikianlah wasiat Nabi Adam
kepada anak-anaknya. Akhirnya, Nabi Adam menutup
kedua matanya, dan para malaikat
memasuki kamarnya dan mengelilinginya. Had Nabi
Adam tersenyum ketika mendapatkan
kata salam yang dalam, dan rohnya mencium bau
bunga surga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar